bukan cuma abang yang punya mainan, saya juga punya.
Sama seperti abang yang kecanduan hotwheels dengan segala perabotannya, saya dulu juga begitu.
Kalopun sekarang 'terhenti' bukan karena bosan atau insyaf. Tapi lebih karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.
Awalnya, bapak dan saya tertarik membeli 1 set rangkaian kereta api di Toys R Us, Pondok Indah. Saat itu kami belum menikah. Kebetulan bapak nggak suka nonton bioskop dan kami nggak hobi nongkrong di mall. Maka waktu yang ada sering kami manfaatkan ke toko buku, toko hobi, toko mainan atau berkunjung ke rumah teman. Salah satu yang sering kami kunjungi, siapa lagi kalo bukan mbak kita tersayang, Mbak Ellin. Itulah makanya Mbak Ellin dan mas Joe (suami mbak Ellin) kenal baik dengan bapak :)
Setelah membeli 1 set rangkaian kereta yang berisi lokomotif, gerbong dan relnya, pada kesempatan lain kami kembali ke Toys R Us. Ternyata selain dijual per set, lokomotif dan beberapa aksesorisnya juga bisa kita beli secara terpisah. Bukan hanya potongan rel ato gerbong tambahan, tapi juga stasiun kereta, rumah, toko, bahkan mobil dan orang. Semua berskala sama, skala HO (1 : 87).
Sejak itu, kami berburu segala sesuatu berskala HO.
Nggak cuma Faller dan Volmer (untuk rumah/stasiun), mobil-mobil skala HO dengan berbagai merek macam Wiking, Brekina ato Herpa juga kami beli. Nggak banyak-banyak amat, setidaknya asal cukup membuat 'kota' yang kami buat menjadi lebih hidup.
Lokasi perburuan biasanya ke toko hobi seputaran Plasa Senayan & Plaza Indonesia (dulu belum ada EX kan?), ato Sogo Plasa Indonesia (yang sekarang udah 'awarahum' juga).
Tapi jangan salah lho, ke Pasar Jaya Blok M pun pernah saya jabanin untuk membeli beberapa batang pohon miniatur (yang biasa dipakai untuk maket itu lho), untuk melengkapi 'kota kecil ' saya.
Saya dan bapak nggak pernah berhenti takjub melihat detil barang barang kecil ini. Luar biasa mirip aslinya dan sangat presisi.
Kalo bukan karena hamil yang tidak memungkinkan saya untuk mainan kereta, mungkin saya nggak pernah berhenti memainkannya. Bermain kereta ala saya adalah menonton si kereta berkeliling ruangan di atas relnya, melewati stasiun, pintu kereta yang menutup otomatis saat si kereta lewat, melewati kota-kota kecil buatan kami, dengan cara tengkurep di lantai. Wah... nikmatnya nggak bisa digambarkan deh!
Perut gendut hamil saya memaksa saya dan bapak untuk mempensiunkan si kereta beserta seluruh isi kota yang sudah kami buat. Memasukkannya satu persatu ke dalam kardus dengan hati-hati dan penuh cinta cieeee...
Kemarin, saat abang dan mas menggelar sebagian mainannya di lantai, tiba-tiba saya kangen sekali sama mainan saya.
Pelan-pelan, saya keluarkan beberapa, yang gampang2 aja.
Keretanya sendiri masih diumpetin bapak, karena bapak nggak rela kalo sampe luluh lantak sesudah keliatan oleh anak-anaknya, hehehe...
Mungkin nanti, saat anak-anak kami sudah lebih bisa 'nurut' dan tertib dalam bermain, bolehlah mainan saya dan bapak ini dikeluarkan dari peti harta karun :)
Karena nggak mungkin membongkar semua kardus, untuk keperluan foto, alasnya saya pinjam kertas sampul buku sekolah abang & mas :)
Hihihi, ada mukanya mas Elang...
Yang dibawah ini showroomnya Audi. Fotonya nggak jelas, soalnya lampunya nggak terang (tapi saya maksa banget moto-in ya!)
Rumah-rumah ini masih ngendon di atas lemari. Nggak pernah diturunin sampe berdebu. (Wah kalo dimainin seru juga ya, kan ceritanya kena debu galunggung hehehehe)
Dulu sih sempet diplastikin, tapi kemudian sobek dan belum dibungkus lagi.
No comments:
Post a Comment