Thursday, July 17, 2008

hidup susah?

di arisan keluarga yang lalu, salah satu saudara mendatangi saya dan bilang, "Kalo aku liat mbak Fifi (nama panggilan saya di lingkungan keluarga - red), kayanya nggak pernah susah deh hidupnya. Apa sih resepnya?"

Ketika itu saya hanya menjawabnya dengan tawa.

Saya bilang padanya, "ah, pasti pernahlah. Masa sih nggak pernah susah. Cuma menurut saya, susah ato senangnya hidup tergantung bagaimana kita memandangnya..."

Iyalah, namanya manusia hidup pasti ada pasang surutnya.
Nggak semua hari kita lalui dengan bahagia.
Nggak semua keinginan bisa kita capai dan raih.
Nggak semua yang kita hindari tidak menghampiri.
Cuma manusia mati yang terbebas dari persoalan hidup. Bukan begitu?

Entah ya, saya juga nggak tau apa "resepnya".
Tapi yang jelas, saya selalu mensyukuri semua nikmat yang Allah berikan kepada saya. Sekecil apapun itu.
Manakala "kesusahan" mampir dalam satu ato dua episode hidup saya, saya selalu berusaha berfikir positif. Mencari hikmah atas apa yang terjadi.
Dan diatas semua itu, saya selalu yakin, bahwa Allah sangat mencintai hamba-hambaNya. Tak akan mungkin kita diberi ujian yang melampaui batas kemampuan kita.
Mungkin, peristiwa yang nggak enak "menurut kacamata kita" adalah pelajaran luar biasa yang memang harus kita lewati, agar kelak kita bisa menjadi manusia yang lebih bijaksana dan berguna bagi lingkungan dan makhluk lain.

Untuk naik kelas, kita perlu ujian. Dan, ujian adalah salah satu hal yang 'nggak enak' 'kan? Tapi toh tetep harus kita hadapi (bukan hindari) agar kelak kita bisa lulus, Insya Allah.
Perkara nilai, itu soal belakangan, tergantung bagaimana kesiapan dan kondisi kita saat ujian.
Kalaupun nggak lulus, jangan menyesali.
Mungkin, kita memang belum 'pantas' lulus.
Mungkin kita memang harus mengulang dari awal lagi.
Bagaimanapun, lulus atau tidak adalah hasil akhir yang merupakan hak prerogatif Allah.
Kun fayakun. Kalau Allah meridhoi, kita akan lulus. Kalau Allah mau kita tinggal kelas, percaya deh, kita pasti tinggal kelas, walopun kita udah usaha sampe 'berdarah-darah' (haiyah, hiperbol banget yak!)

So, never regret!
Saya nggak pernah getun meninggalkan masa lalu.
Mau yang enak, ato nggak enak (apalagi!)
Saya selalu memandang ke depan.
Menjalani hidup dengan mengalir, mensyukuri semua yang Allah berikan kepada saya.
* Hihihi... kedengerannya kaya orang yang nggak punya target ke depan ya? *

Makanya kalo lagi susah, yakin aja bahwa kesusahan itu pasti ada ujungnya. Pasti bakal kita lewatin. Ibarat masuk terowongan, tinggal tunggu ujungnya aja.

Ingat janji Allah dalam surat Al-Insyiraah ayat 5 & 6?
Allah bahkan mengulangnya dua kali:
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

Subhanallah, kemudahan bahkan ada pada saat kesulitan bersama kita. Bukan setelahnya!

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
(Q.S. Ar-Rahmaan)

Kalo menuruti kata hati, pasti banyak yang ingin saya capai, saya 'puaskan'.
Itu manusiawi banget kok.
Tapi saya selalu mengingatkan diri sendiri, bahwa kalo diturutin, semua itu nggak ada 'ujungnya'.
Ada langit di atas langit. Dan kalo diteruskan, kita akan jadi serakah dan kufur nikmat.
Masya Allah. Semoga saya tidak termasuk ke dalam golongan kufur nikmat.

Yang sama sekali nggak boleh dilewatkan (bahkan seharusnya adalah point nomor satu), serahkan semuanya pada Allah.
Allah yang mengatur hidup kita. Bukan kita!
Manusia boleh bikin rencana, boleh punya cita-cita. Tapi Allah semata, sang pemilik kehidupan, satu-satunya yang punya hak dan kekuasan mengatur hidup kita!
Jadi manusia bisa apa dong?
Usaha.
Itulah yang menjadikan manusia bernilai positif ato negatif dimata manusia lain. Itu juga yang menjadikan kita bernilai mulia atau sebaliknya di hadapan Allah.
Susah ato senang, serahkan semua pada Allah. Kembalikan semua padaNya.

Yang nggak kalah penting adalah partner.
Kita perlu partner dalam hidup.
Untuk berjalan berdampingan, untuk berbagi beban dan suka cita.
Buat yang masih lajang, mungkin bisa ke teman curhat.
Dan buat yang sudah menikah, tentunya kepada pasangannya, suami ato istri.

Saya beruntung, punya suami yang bisa menjadi partner dalam menjalani hidup. Subhanallah.
Saya beruntung, punya orang-orang dekat, saudara atau teman yang bisa berbagi beban dengan saya.

Hidup dengan beban itu nggak gampang.
Ibarat berjalan, sambil menggendong ransel di punggung.
Makin jauh berjalan, pasti 'ransel' kita bertambah banyak muatannya.
Makanya, sekali-sekali kita perlu berhenti. Melongok isi ransel kita.
Masih perlukah semua isinya dibawa, atau ada yang bisa kita 'bagi' dengan orang lain, atau 'buang' saja beberapa isinya di tengah jalan?
Itulah saatnya kita introspeksi.
Memilih dan memilah, mana yang harus kita bawa ke depan, ato kita tinggalkan sebagai masa silam.
Untuk kemudian mengatur lagi langkah ke depan. Terus maju, karena hidup tak pernah berhenti, kecuali kita mati.

Cuma yang ingin saya ingatkan kepada semua teman-teman yang saya sayangi, carilah teman "curhat" yang halal.

Buat pasutri, tentu saja suami ato istrinya.
Jangan orang lain.
Karena menikah adalah komitmen, -sehingga semestinya- dengan pasangan kitalah kita berbagi beban.
Sementara jika kita berbagi beban dengan orang lain, bukan tidak mungkin satu saat menjadi bumerang.

Buat yang belum menikah, mungkin sebaiknya curhat dengan teman sesama jenis :)
Karena kalo beda jenis bisa gawat. Ntar jadi pager makan taneman :)
Alias menjurus ke hal-hal yang 'diinginkan' oleh kedua belah pihak, Astaghfirullah.

Jangan lupa, saat galau dan gelisah, mengadulah pada-Nya.
Bisa dengan sholat malam, atau membaca Al-Qur'an.
Sungguh banyak pelajaran dan petunjuk hidup dalam Al-Qur'an.
Insya Allah, jika hanya padaNya kita berserah diri, Allah akan menunjukkan jalan keluarnya.

Saya selalu bersyukur, karena Allah memberi saya jalan hidup yang bisa saya lalui. Subhanallah.
Saya selalu bersyukur, karena Allah selalu menjaga saya hingga selalu berada pada tracknya. Alhamdulillah.

Dan saya yakin anda pasti juga manusia yang beruntung. Ya kan?

No comments: