Enzo dan Joey lagi liburan di Jakarta. Mereka sekolah dan tinggal di Bali.
Minggu ini mereka liburan di rumah Oma. Makanya, wiken kemarin abang Nanda dan mas Elang juga nginep di rumah oma, supaya bisa main dengan sepupu-sepupunya.
Mungkin karena udah menyerah :), maka hari Minggu kemarin pakde Acho mentransfer anak-anaknya ke Otista, sehingga kerusuhan pun berpindah ke rumah kami.
Liat aja, betapa dekilnya mereka ....
Anak pakde Acho: Enzo (naik kelas 6) & Joey (naik kelas 4)
Anak bunda Nova: Nanda (naik kelas 5), Elang (naik kelas 2) & Fiko (umur 2 tahun 9 bulan)
Anak om Enddie: Bintang (umur 1 tahun 5 bulan)
Monday, June 30, 2008
Sunday, June 29, 2008
beli stiker
waktu kemarin ke sekolah abang dan mas untuk ambil rapot, kakak minta jajan stiker.
Diantar bapak, kakak milih stiker motor. Itu stiker udah dipegangin aja ama si kakak.
Ama pedagangnya, yang dikasih ke kakak malah stiker barbie.
Bapake ketawa sambil bilang, "mang, ini anak cowok. Jangan dikasih yang barbie!"
Mamang penjualnya bengong....
Diantar bapak, kakak milih stiker motor. Itu stiker udah dipegangin aja ama si kakak.
Ama pedagangnya, yang dikasih ke kakak malah stiker barbie.
Bapake ketawa sambil bilang, "mang, ini anak cowok. Jangan dikasih yang barbie!"
Mamang penjualnya bengong....
naik kelas
Alhamdulillah, kedua anak bunda naik kelas.
Abang Nanda naik kelas 5 dan mas Elang naik kelas 2.
Rapotnya diambil kemarin siang oleh Bapak, Bunda dan kakak Fiko.
Nilai rapot abang sih sesuai perkiraan. Walopun banyak nilai mata pelajaran yang turun (dibanding semester lalu), tapi jumlah nilai prestasi hasil belajarnya naik 4 poin.
Buat abang sih, bunda yakin Insya Allah naik. Paling liat nilainya aja, bagus ato biasa-biasa.
Walopun di rumah abang hampir gak pernah buka buku dan mengulang pelajarannya (kecuali kalo mo ulangan ato abis dimarahin bapak), tapi kami yakin dengan kemampuan 'menyerap' abang yang 'bisa diandalkan' selama jam sekolah, Insya Allah ada 'nyangkut-nyangkutnya' di abang.
Lagian, kalo saya perhatiin, makin banyak abang baca buku sekolah (di rumah), dia makin bingung ama pelajarannya, hehehe....
Jadi dengan jumlah nilai prestasi hasil belajar 836 (untuk 8 mata pelajaran utama plus 2 muatan lokal), menurut saya sepadan-lah dengan cara (jarang banget) belajar (di rumah)nya selama ini.
Yang agak saya khawatirkan adalah mas Elang. Saya sadar banget bahwa metode belajarnya mas Elang belum ada yang 'pas' sesuai dengan karakter dan kemampuannya.
Saya ngerasa banget bahwa pola belajar selama ini belum bisa meng-eksplor habis kemampuannya.
Saya yakin, kalo ketemu pola dan metode yang pas, Insya Allah mas Elang bisa menonjol prestasi akademiknya.
Dengan hasil psikotesnya yang tergolong cerdas (skor IQ 124), 'harusnya' nilai rapot mas Ang paling nggak, lebih banyak angka 8-nya (bukan seperti sekarang, yang angka 8-nya hanya ada 2, dan sisanya 7). Walopun dibanding semester lalu, jumlah nilai prestasi hasil belajarnya naik 30 poin (Alhamdulillah, progressnya bagus ya?)
Pikir punya pikir, baru kepikiran, jangan-jangan mas Elang nih kayak bapaknya.
Dulu kan saya pernah sekelas ama bapake waktu kelas 1 SMP. Walopun keliatan bahwa bapak smarter than other boys, tapi prestasi akademiknya sangat-sangat nggak menonjol. Biasa banget.
Dianya juga cuek sih. Gak pernah keliatan belajar. Tiap ada PR juga ngerjainnya selalu disekolah, nyontek PR saya (uh, nyebelin.... males banget nggak sih tuh cowok :P ).
Makanya saya agak surprised, jauh setelah menikah, tanpa sengaja, si bapak ngeluarin berkas-berkas sekolahnya (waktu itu lagi cari sesuatu). Kebetulan Eyang kan rapi banget. Semua berkas dan dokumen anak-anaknya disimpan rapi dalam map masing-masing (per nama anaknya).
Saya bener-bener nggak nyangka, bahwa dari beberapa kali psikotes yang pernah beliau ikuti (waktu kecil), skor IQnya rata-rata 131 bahkan di satu saat pernah mencapai 140! Wadoohhh.... pinter juga laki gw ya :)
Makanya tadi pagi saya ngobrol iseng sama bapak, kepikir aja, jangan2 'isi kepala' mas Elang sejenis dan sebangun sama bapake. Ya kepingin tau aja, kayanya kok nggak ada motivasi buat berprestasi sesuai kemampuan yang sudah dianugerahi Allah.
Kata bapak, "knapa ya? waktu kecil nggak kepikir aja kali. Aku sih nggak pernah kepingin jadi juara..."
Lha, sama, saya juga nggak pernah punya obsesi mo jadi juara. Yang selalu saya lakukan adalah "do the best" bukan "be the best".
Dorongan itu sudah muncul sejak saya kecil. Mungkin seusia abang sekarang.
Saya selalu ingat kata2 yang 'diasongkan' oleh mbah kakung waktu itu.
Kalimat pastinya saya lupa, cuma kurang lebih isinya seperti ini:
nggak semua orang bisa jadi pohon.
kalo nggak bisa jadi pohon, jadi saja rumput, tapi yang tumbuh di sepanjang jalan setapak.
nggak semua orang jadi nakhoda. Harus ada awak kapalnya.
Maka jadilah awak kapal yang terbaik, yang kita bisa.
Kita nggak harus jadi yang terbaik, tapi lakukanlah yang terbaik yang kita bisa.
Kata-kata itu ternyata sangat membekas dan melekat dalam diri saya.
Kalimat-kalimat itulah yang selalu melecut saya untuk selalu mengupayakan yang terbaik semampu saya. (Di kemudian hari, saat pemahaman ke-Islam-an saya bertambah, saya meyakini bahwa penentu disetiap usaha manusia adalah hak prerogatif Allah SWT, sekuat apapun kita berusaha).
Omong-omong soal skor tes IQ, cuma si bungsu yang belum pernah ngikutin. Kepingin juga sih tau, Mungkin kapan2 mau saya ikutin psikotes. Selain pengin tau kemampuannya, juga supaya bisa siap-siap, stimulasi apa yang kudu disiapin supaya pas dan cocok untuk menggali kemampuan si bungsu.
Kala abang Nanda sudah 2 kali ikut psikotes.
Yang pertama saat tes masuk SD Islam deket sekolah oma. Alhamdulillah, abang tergolong very superior atau sangat cerdas dengan skor IQ 130.
Yang kedua saat naik kelas 3 SD. Waktu pembagian rapot, ada catatan khusus dari wali kelasnya. Katanya abang keliatan sangat bosan kalo ketemu pelajaran teori, tapi sebaliknya, sangat bersemangat untuk semua pelajaran praktek. Pengamatan Ibu Guru, mungkin karena bosan dan merasa 'sudah menguasai' pelajaran yang sedang berlangsung di kelas, abang cenderung 'gak bisa diam' dan 'membantu' tugas teman-temannya yang belum selesai. (Hahaha, mungkin maksudnya abang jadi nggeganggu proses belajar mengajar di kelas ya?). Abang juga punya kecenderungan main-main melulu dan tidak bisa konsentrasi di kelas.
Makanya saya ikutkan lagi abang psikotes untuk dasar konsultasi dengan psikolog anak.
Skor psikotesnya tetap 130, dan atas saran sang psikolog, untuk melatih konsentrasi dan disiplin, Abang disarankan untuk ikut kumon dan les-les (apa saja), yang penting bisa menguras energinya yang sangat berlebihan.
Cuma, karena waktu itu sekolah abang adalah fullday school, yang pulang sekolah setiap hari juga nyaris jam 4 sore (padahal masuknya jam 7 pagi), maka yang bisa kami 'paksakan' adalah kumon.
Sayangnya, bertambah hari, tugas sekolah abang tambah banyak, dan les kumonnya makin keteteran. Kasian kalo liat dia pulang sekolah, pontang-panting berangkat kumon. Bahkan pernah kena tegor 1 kali sama pengajar kumonnya, karena abang baru sampe tempat kumon jam 530 sore!
Akhirnya, dengan berat hati, kami hentikan les kumon abang, walopun program tersebut adalah bagian dari 'terapi' abang :(
Kasian. Walo nggak pernah ngeluh, tapi kami tau, bahwa kalo diteruskan, abang akan kehilangan masa-masa bermainnya. Dia bakal jadi robot yang ikut skedul harian.
Sangat nggak fair buat abang, padahal kami (saya dan bapake) punya kesempatan bermain yang banyak saat kami kecil. Begitulah kisah tentang abang dan kumon-nya.
Balik soal psikotes, saya cuma pernah ikut sekali. Itupun karena bingung waktu mo penjurusan di SMA. Di lembar hasilnya tidak disebutkan skor (mungkin dianggap nggak relevan sama tujuan psikotes untuk penjurusan). Yang dituliskan cuma:
Kesimpulan/saran:
Program A1 - Ilmu Fisika : Baik
Program A2 - Ilmu Biologi : Baik
Program A3 - Ilmu Sosial : Baik
Program A4 - Pengetahuan Budaya : Baik
Taraf kecerdasan tergolong diatas rata-rata.
Potensi dalam bidang Eksakta dan Sosial tergolong diatas rata-rata.
Minat terarah ke bidang Ilmu-ilmu Eksakta.
Bila nilai rapor menunjang, disarankan memilih Program A1 untuk melanjutkan studi ke jenjang S1 bidang Teknik Sipil atau Planologi.
Kemudian, saat naik kelas 2 jurusan apa yang akhirnya saya ambil?
Sosial alias A3, hehehe
Abis, psikotesnya kagak nolong. Masa semuanya baik!
Hihihi, walopun dipaksa secara halus oleh wali kelas 1 (waktu ambil rapot) supaya saya ambil jurusan A1, "sayang, kan nilainya masuk untuk A1" katanya. Tapi, saya keukeh masuk A3. Maapkan saya kalo ibu guru terpaksa menulis "A3" di lembar rapot saya dengan berat hati.
Tapi saya nggak nyesel, karena saya puas main-main dan berorganisasi selama 3 tahun di SMA :)
Note: Siapa dan apapun yang saya raih saat ini, sangat tidak terlepas dari bimbingan dan arahan alm Mbah Kakung (bapaknya opa). Sungguh, dari beliaulah saya banyak belajar tentang hidup dan menghadapi hidup. Jika hingga saat ini saya tak sampai kehilangan arah, walo harus melintasi badai dan cuaca buruk yang tak bersahabat, tak bisa dipungkiri karena Mbah Kakung telah membekali saya banyak hal untuk menghadapinya. Tentu, dengan kehendak dan kasih sayang Allah juga pastinya.
Mbah kakung adalah 'coach' terbaik yang pernah saya punya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan melapangkan kuburnya. Amin.
I love u Mbah Akung....
Abang Nanda naik kelas 5 dan mas Elang naik kelas 2.
Rapotnya diambil kemarin siang oleh Bapak, Bunda dan kakak Fiko.
Nilai rapot abang sih sesuai perkiraan. Walopun banyak nilai mata pelajaran yang turun (dibanding semester lalu), tapi jumlah nilai prestasi hasil belajarnya naik 4 poin.
Buat abang sih, bunda yakin Insya Allah naik. Paling liat nilainya aja, bagus ato biasa-biasa.
Walopun di rumah abang hampir gak pernah buka buku dan mengulang pelajarannya (kecuali kalo mo ulangan ato abis dimarahin bapak), tapi kami yakin dengan kemampuan 'menyerap' abang yang 'bisa diandalkan' selama jam sekolah, Insya Allah ada 'nyangkut-nyangkutnya' di abang.
Lagian, kalo saya perhatiin, makin banyak abang baca buku sekolah (di rumah), dia makin bingung ama pelajarannya, hehehe....
Jadi dengan jumlah nilai prestasi hasil belajar 836 (untuk 8 mata pelajaran utama plus 2 muatan lokal), menurut saya sepadan-lah dengan cara (jarang banget) belajar (di rumah)nya selama ini.
Yang agak saya khawatirkan adalah mas Elang. Saya sadar banget bahwa metode belajarnya mas Elang belum ada yang 'pas' sesuai dengan karakter dan kemampuannya.
Saya ngerasa banget bahwa pola belajar selama ini belum bisa meng-eksplor habis kemampuannya.
Saya yakin, kalo ketemu pola dan metode yang pas, Insya Allah mas Elang bisa menonjol prestasi akademiknya.
Dengan hasil psikotesnya yang tergolong cerdas (skor IQ 124), 'harusnya' nilai rapot mas Ang paling nggak, lebih banyak angka 8-nya (bukan seperti sekarang, yang angka 8-nya hanya ada 2, dan sisanya 7). Walopun dibanding semester lalu, jumlah nilai prestasi hasil belajarnya naik 30 poin (Alhamdulillah, progressnya bagus ya?)
Pikir punya pikir, baru kepikiran, jangan-jangan mas Elang nih kayak bapaknya.
Dulu kan saya pernah sekelas ama bapake waktu kelas 1 SMP. Walopun keliatan bahwa bapak smarter than other boys, tapi prestasi akademiknya sangat-sangat nggak menonjol. Biasa banget.
Dianya juga cuek sih. Gak pernah keliatan belajar. Tiap ada PR juga ngerjainnya selalu disekolah, nyontek PR saya (uh, nyebelin.... males banget nggak sih tuh cowok :P ).
Makanya saya agak surprised, jauh setelah menikah, tanpa sengaja, si bapak ngeluarin berkas-berkas sekolahnya (waktu itu lagi cari sesuatu). Kebetulan Eyang kan rapi banget. Semua berkas dan dokumen anak-anaknya disimpan rapi dalam map masing-masing (per nama anaknya).
Saya bener-bener nggak nyangka, bahwa dari beberapa kali psikotes yang pernah beliau ikuti (waktu kecil), skor IQnya rata-rata 131 bahkan di satu saat pernah mencapai 140! Wadoohhh.... pinter juga laki gw ya :)
Makanya tadi pagi saya ngobrol iseng sama bapak, kepikir aja, jangan2 'isi kepala' mas Elang sejenis dan sebangun sama bapake. Ya kepingin tau aja, kayanya kok nggak ada motivasi buat berprestasi sesuai kemampuan yang sudah dianugerahi Allah.
Kata bapak, "knapa ya? waktu kecil nggak kepikir aja kali. Aku sih nggak pernah kepingin jadi juara..."
Lha, sama, saya juga nggak pernah punya obsesi mo jadi juara. Yang selalu saya lakukan adalah "do the best" bukan "be the best".
Dorongan itu sudah muncul sejak saya kecil. Mungkin seusia abang sekarang.
Saya selalu ingat kata2 yang 'diasongkan' oleh mbah kakung waktu itu.
Kalimat pastinya saya lupa, cuma kurang lebih isinya seperti ini:
nggak semua orang bisa jadi pohon.
kalo nggak bisa jadi pohon, jadi saja rumput, tapi yang tumbuh di sepanjang jalan setapak.
nggak semua orang jadi nakhoda. Harus ada awak kapalnya.
Maka jadilah awak kapal yang terbaik, yang kita bisa.
Kita nggak harus jadi yang terbaik, tapi lakukanlah yang terbaik yang kita bisa.
Kata-kata itu ternyata sangat membekas dan melekat dalam diri saya.
Kalimat-kalimat itulah yang selalu melecut saya untuk selalu mengupayakan yang terbaik semampu saya. (Di kemudian hari, saat pemahaman ke-Islam-an saya bertambah, saya meyakini bahwa penentu disetiap usaha manusia adalah hak prerogatif Allah SWT, sekuat apapun kita berusaha).
Omong-omong soal skor tes IQ, cuma si bungsu yang belum pernah ngikutin. Kepingin juga sih tau, Mungkin kapan2 mau saya ikutin psikotes. Selain pengin tau kemampuannya, juga supaya bisa siap-siap, stimulasi apa yang kudu disiapin supaya pas dan cocok untuk menggali kemampuan si bungsu.
Kala abang Nanda sudah 2 kali ikut psikotes.
Yang pertama saat tes masuk SD Islam deket sekolah oma. Alhamdulillah, abang tergolong very superior atau sangat cerdas dengan skor IQ 130.
Yang kedua saat naik kelas 3 SD. Waktu pembagian rapot, ada catatan khusus dari wali kelasnya. Katanya abang keliatan sangat bosan kalo ketemu pelajaran teori, tapi sebaliknya, sangat bersemangat untuk semua pelajaran praktek. Pengamatan Ibu Guru, mungkin karena bosan dan merasa 'sudah menguasai' pelajaran yang sedang berlangsung di kelas, abang cenderung 'gak bisa diam' dan 'membantu' tugas teman-temannya yang belum selesai. (Hahaha, mungkin maksudnya abang jadi nggeganggu proses belajar mengajar di kelas ya?). Abang juga punya kecenderungan main-main melulu dan tidak bisa konsentrasi di kelas.
Makanya saya ikutkan lagi abang psikotes untuk dasar konsultasi dengan psikolog anak.
Skor psikotesnya tetap 130, dan atas saran sang psikolog, untuk melatih konsentrasi dan disiplin, Abang disarankan untuk ikut kumon dan les-les (apa saja), yang penting bisa menguras energinya yang sangat berlebihan.
Cuma, karena waktu itu sekolah abang adalah fullday school, yang pulang sekolah setiap hari juga nyaris jam 4 sore (padahal masuknya jam 7 pagi), maka yang bisa kami 'paksakan' adalah kumon.
Sayangnya, bertambah hari, tugas sekolah abang tambah banyak, dan les kumonnya makin keteteran. Kasian kalo liat dia pulang sekolah, pontang-panting berangkat kumon. Bahkan pernah kena tegor 1 kali sama pengajar kumonnya, karena abang baru sampe tempat kumon jam 530 sore!
Akhirnya, dengan berat hati, kami hentikan les kumon abang, walopun program tersebut adalah bagian dari 'terapi' abang :(
Kasian. Walo nggak pernah ngeluh, tapi kami tau, bahwa kalo diteruskan, abang akan kehilangan masa-masa bermainnya. Dia bakal jadi robot yang ikut skedul harian.
Sangat nggak fair buat abang, padahal kami (saya dan bapake) punya kesempatan bermain yang banyak saat kami kecil. Begitulah kisah tentang abang dan kumon-nya.
Balik soal psikotes, saya cuma pernah ikut sekali. Itupun karena bingung waktu mo penjurusan di SMA. Di lembar hasilnya tidak disebutkan skor (mungkin dianggap nggak relevan sama tujuan psikotes untuk penjurusan). Yang dituliskan cuma:
Kesimpulan/saran:
Program A1 - Ilmu Fisika : Baik
Program A2 - Ilmu Biologi : Baik
Program A3 - Ilmu Sosial : Baik
Program A4 - Pengetahuan Budaya : Baik
Taraf kecerdasan tergolong diatas rata-rata.
Potensi dalam bidang Eksakta dan Sosial tergolong diatas rata-rata.
Minat terarah ke bidang Ilmu-ilmu Eksakta.
Bila nilai rapor menunjang, disarankan memilih Program A1 untuk melanjutkan studi ke jenjang S1 bidang Teknik Sipil atau Planologi.
Kemudian, saat naik kelas 2 jurusan apa yang akhirnya saya ambil?
Sosial alias A3, hehehe
Abis, psikotesnya kagak nolong. Masa semuanya baik!
Hihihi, walopun dipaksa secara halus oleh wali kelas 1 (waktu ambil rapot) supaya saya ambil jurusan A1, "sayang, kan nilainya masuk untuk A1" katanya. Tapi, saya keukeh masuk A3. Maapkan saya kalo ibu guru terpaksa menulis "A3" di lembar rapot saya dengan berat hati.
Tapi saya nggak nyesel, karena saya puas main-main dan berorganisasi selama 3 tahun di SMA :)
Note: Siapa dan apapun yang saya raih saat ini, sangat tidak terlepas dari bimbingan dan arahan alm Mbah Kakung (bapaknya opa). Sungguh, dari beliaulah saya banyak belajar tentang hidup dan menghadapi hidup. Jika hingga saat ini saya tak sampai kehilangan arah, walo harus melintasi badai dan cuaca buruk yang tak bersahabat, tak bisa dipungkiri karena Mbah Kakung telah membekali saya banyak hal untuk menghadapinya. Tentu, dengan kehendak dan kasih sayang Allah juga pastinya.
Mbah kakung adalah 'coach' terbaik yang pernah saya punya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan melapangkan kuburnya. Amin.
I love u Mbah Akung....
Saturday, June 28, 2008
sabtu pagi di mt haryono
Tadi pagi, selepas sholat subuh, bapak tiba-tiba ngajak kita jalan pagi. Kebetulan abang lagi nginep di rumah oma, jadi ber4 (bapak, mas Ang, kakak Fiko dan saya) keluar menjelang matahari 'terjaga dari tidurnya'.
Di halte depan gedung Nindya Karya kami mampir, karena liat matahari muncul.
Dari sana, kami meluncur ke Museum Satria Mandala.
Yang merasa paling bahagia tentunya Mas Elang, secara dia selalu adore sama hal-hal yang berbau "tangtara" alias kostum loreng. Sungguh, hanyalah suatu kebetulan jika pagi tadi mas Ang pakai celana loreng :)
Mohon maklum kalo foto-foto dibawah ga kinclong berhubung motona pake kamera hape samsung saya :)
Di halte depan gedung Nindya Karya kami mampir, karena liat matahari muncul.
Dari sana, kami meluncur ke Museum Satria Mandala.
Yang merasa paling bahagia tentunya Mas Elang, secara dia selalu adore sama hal-hal yang berbau "tangtara" alias kostum loreng. Sungguh, hanyalah suatu kebetulan jika pagi tadi mas Ang pakai celana loreng :)
Mohon maklum kalo foto-foto dibawah ga kinclong berhubung motona pake kamera hape samsung saya :)
ayam goreng mentega dan nasi goreng aceh
berhubung kepingin banget makan siang yang rasanya 'nyangkut' di lidah, maka Jumat siang kemarin, kembali saya menerjang panasnya matahari siang yang sedang hot-hotnya, menuju pasar kaget Widyacandra (anak-anak kantor bilangnya 'exim' karena sebelum menyusup ke komplek menteri, posisinya memang di belakang gedung Bank Exim Gatsu yang sekarang sudah ganti jadi Bank Mandiri). Mmm... makan apa ya? Karena Lies Pupu pengin makan mie bangka, maka saya pesen makanan di tenda sebelah Mie Bangka. Saya pesen nasi + ayam goreng mentega. Agak lama menunggu pesanan datang, karena semua pesanan dimasak dulu. Ternyata, porsinya guede juga bow. 1 porsi isinya 6 potong ayam goreng mentega. Dan rasanya.... wuenak tenaaannn... Gak kalah ama resto Cina. Padahal yang masak bukan chinese. Yang keliling tanyain orderan malah jilbab-an. Jadi dijamin halal....
Dan harga yang harus dibayar untuk makanan uenak itu hanya Rp13.500 saja. Murah ya?
Di gedung BEJ dan Pacific Place, mana ada makanan yang layak di lidah dengan harga semurah itu.
Pulang kantor, sebelum sampe rumah, bapak ngajak mampir ke rumah kawannya di daerah Kebon Baru. Berhubung perut keroncongan, kami mampir di kedai Mie Aceh, Jl. Asem Baris. Ga ada yang kasih referensi sih sebelumnya, kami ke situ karena kebetulan kelewatan saja.
Ada 3 macam nasi goreng (kami pesan nasi goreng), nasgor biasa, spesial dan istimewa. Masing2 ber-bandrol: 8500, 12ribu dan 15ribu. Katanya sih beda di toping. Kami pesan yang tengah2, karena khawatir mblenger kalo kebanyakan topingnya.
Saya nggak nyangka ternyata nasgor Aceh itu uendang bin wuenak tenan.
Walo penampilan gak terlalu menarik, tapi rasanya yahud!
Rada hampir seperti nasi kebuli, tapi rasanya nggak setajam nasi kebuli.
Topingnya banyak, ada potongan daging, telor, udang, bakso -bapak bahkan ketemu ikan asin di piringnya, tapi saya nggak dapet :( ...- trus ada kacang gorengnya. Selain itu paketnya ditemani sama goreng emping, potongan timun dan acar bawang-rawit -yang enak, enak, enak deh-
Bener deh, saya obyektif lho, bukan karena kelaparan.
Sayang, seperti biasa saya nggak sempet foto piring makanan saya, karena kalah ama desakan naga-naga perut yang sudah menjerit dan (rasanya) menggigit perut saya (halah.. hiperbola banged sih!)
Jadi kalo lewat jalan Asem Baris, coba mampir di kedai Mie Aceh itu... Insya Allah gak nyesel.
Dan harga yang harus dibayar untuk makanan uenak itu hanya Rp13.500 saja. Murah ya?
Di gedung BEJ dan Pacific Place, mana ada makanan yang layak di lidah dengan harga semurah itu.
Pulang kantor, sebelum sampe rumah, bapak ngajak mampir ke rumah kawannya di daerah Kebon Baru. Berhubung perut keroncongan, kami mampir di kedai Mie Aceh, Jl. Asem Baris. Ga ada yang kasih referensi sih sebelumnya, kami ke situ karena kebetulan kelewatan saja.
Ada 3 macam nasi goreng (kami pesan nasi goreng), nasgor biasa, spesial dan istimewa. Masing2 ber-bandrol: 8500, 12ribu dan 15ribu. Katanya sih beda di toping. Kami pesan yang tengah2, karena khawatir mblenger kalo kebanyakan topingnya.
Saya nggak nyangka ternyata nasgor Aceh itu uendang bin wuenak tenan.
Walo penampilan gak terlalu menarik, tapi rasanya yahud!
Rada hampir seperti nasi kebuli, tapi rasanya nggak setajam nasi kebuli.
Topingnya banyak, ada potongan daging, telor, udang, bakso -bapak bahkan ketemu ikan asin di piringnya, tapi saya nggak dapet :( ...- trus ada kacang gorengnya. Selain itu paketnya ditemani sama goreng emping, potongan timun dan acar bawang-rawit -yang enak, enak, enak deh-
Bener deh, saya obyektif lho, bukan karena kelaparan.
Sayang, seperti biasa saya nggak sempet foto piring makanan saya, karena kalah ama desakan naga-naga perut yang sudah menjerit dan (rasanya) menggigit perut saya (halah.. hiperbola banged sih!)
Jadi kalo lewat jalan Asem Baris, coba mampir di kedai Mie Aceh itu... Insya Allah gak nyesel.
Friday, June 27, 2008
Thursday, June 26, 2008
adu murah
hueh sebel. berapa hari lalu beli buku ini di salah satu lapak pasar Widyacandra seharga 36ribu.
Sampe saat ini belum dibuka. Masih tersegel plastik.
Tadi, sambil nunggu dijemput bapak, saya iseng nongkrong di salah satu gelaran penjual buku di trotoar dekat jembatan penyebrangan. Mas-mas itu membandrol semua buku jualannya 25ribu rupiah per buku. Termasuk buku ini.
Nyesel gal nyesel dah... :(
Sampe saat ini belum dibuka. Masih tersegel plastik.
Tadi, sambil nunggu dijemput bapak, saya iseng nongkrong di salah satu gelaran penjual buku di trotoar dekat jembatan penyebrangan. Mas-mas itu membandrol semua buku jualannya 25ribu rupiah per buku. Termasuk buku ini.
Nyesel gal nyesel dah... :(
nomore pikoh
sekarang di rumah kami nggak ada pikoh lagi, karena si kunyil sudah menyebut dirinya dengan Fiko :)
Perkembangan lain: makin getol nyanyi.
Balonku, tik-tik hujan, nina bobo, dua mata saya, dan banyak lagi.
Artikulasinya jelas. Nada-nadanya juga pas.
tadi pagi, waktu kita 'tanggep" untuk konser di teras (manggung di atas kursi sambil goyang-goyang), tukang ketoprak yang biasa lewat sampe kesima dan senyum-senyum ngeliatin Fiko :)
Dulu, waktu mas Ang seumur Fiko, mas Ang juga suka nyanyi dan bersenandung.
Tapi kemampun Fiko sepertinya sedikit lebih diatas mas Ang (waktu itu).
Yang nggak suka nyanyi cuma Abang. Tapi minat Abang terhadap alat musik cukup tinggi. Sekarangpun Abang suka suling-an ato pianika-an lagu 'top 40' Indo.
Kali aja, hobi nge-band om Ndi dan Pakde Acho (yang sekarang udah nggak dilakonin lagi) nurun juga ke anak-anak saya :)
Perkembangan lain: makin getol nyanyi.
Balonku, tik-tik hujan, nina bobo, dua mata saya, dan banyak lagi.
Artikulasinya jelas. Nada-nadanya juga pas.
tadi pagi, waktu kita 'tanggep" untuk konser di teras (manggung di atas kursi sambil goyang-goyang), tukang ketoprak yang biasa lewat sampe kesima dan senyum-senyum ngeliatin Fiko :)
Dulu, waktu mas Ang seumur Fiko, mas Ang juga suka nyanyi dan bersenandung.
Tapi kemampun Fiko sepertinya sedikit lebih diatas mas Ang (waktu itu).
Yang nggak suka nyanyi cuma Abang. Tapi minat Abang terhadap alat musik cukup tinggi. Sekarangpun Abang suka suling-an ato pianika-an lagu 'top 40' Indo.
Kali aja, hobi nge-band om Ndi dan Pakde Acho (yang sekarang udah nggak dilakonin lagi) nurun juga ke anak-anak saya :)
mistik lagi
Foto atas mistik-an sama Ririen & Mbak Ewi (sori, Lucia cuma moto-in, nggak boleh ikutan karena dia gak pake batik hihihi...)
Foto bawah sama Mbak Ellin (yang pagi-pagi udah nagih untuk difoto) (thanks to Marisska yang udah moto-in)
Dan ini-lah yang mengundang orang-orang rajin nengok tempat mbak Ellin ...
Tuesday, June 24, 2008
the jungle
Jumat minggu lalu, saya cuti untuk mendampingi abang Nanda dan mas Ang yang ikut rombongan sekolahnya ke The Jungle, Bogor.
Kesannya? rame. panas. semrawut. plus berdebu karena pembangunan di sekitar lokasi masih berlangsung.
Saya sempet nanya sama salah satu guru, apa pertimbangan pihak sekolah sehingga tujuan plesir tahun ini ke The Jungle.
Ternyata, karena ada penawaran dari pihak The Jungle.
Haha, ketebak dong apa yang kami temui di lokasi? Lautan manusia.
Rombongan yang berkunjung pada hari itu bukan hanya dari sekolah abang & mas. Tapi juga dari banyak sekolah lain.
Mungkin karena belum selesai 100%, fasilitas vital macam toilet masih kurang banget.
Kalo jajanan dan makanan nggak perlu khawatir, karena banyak dan terjangkau.
So, kalo mau kesana, hindari 'musim plesir anak sekolah'...
Kesannya? rame. panas. semrawut. plus berdebu karena pembangunan di sekitar lokasi masih berlangsung.
Saya sempet nanya sama salah satu guru, apa pertimbangan pihak sekolah sehingga tujuan plesir tahun ini ke The Jungle.
Ternyata, karena ada penawaran dari pihak The Jungle.
Haha, ketebak dong apa yang kami temui di lokasi? Lautan manusia.
Rombongan yang berkunjung pada hari itu bukan hanya dari sekolah abang & mas. Tapi juga dari banyak sekolah lain.
Mungkin karena belum selesai 100%, fasilitas vital macam toilet masih kurang banget.
Kalo jajanan dan makanan nggak perlu khawatir, karena banyak dan terjangkau.
So, kalo mau kesana, hindari 'musim plesir anak sekolah'...
Monday, June 23, 2008
bulats test
wuaaa... baru selesai bulats test nih.
Pusying, nervous, panik... pokoke campur aduk.
Udah lama sih nggak ikutan test kayak gitu...
Harusnya saya sering2 berlatih test ya... test masuk kerja tempat lain... hehehehe
Pusying, nervous, panik... pokoke campur aduk.
Udah lama sih nggak ikutan test kayak gitu...
Harusnya saya sering2 berlatih test ya... test masuk kerja tempat lain... hehehehe
Sunday, June 22, 2008
bukumania: a thousand splendid suns
Kamis kemarin, saya kembali menghabiskan waktu makan siang saya di pasar komplek menteri, Widyacandra.
Selain makan siang, saya sempet beli buku ini yang ditulis oleh pengarangnya Kite Runner. Padahal, saat beli buku ini, 2 buah buku Gajah Mada yang dipinjamkan sama bundanya Echa belum sempet saya senggol.
Tadi pagi saya sudah rampung baca Gajah Mada buku kesatu. Dan sudah mulai buka buku ke-2nya. Insya Allah, setelahnya, buku ini bakal dapet giliran.
Btw, buku Gajah Mada yang kesatu, nggak terlalu greget ya?
Apakah karena Gajah Mada bukan cerita silat seperti Senopati Pamungkas? atau karena Gajah Mada berkisah dari sisi yang 'bersebrangan' dengan kubu Upasara Wulung, jagoan saya?
Entahlah. Bisa jadi kedua-duanya iya.
Soalnya, saya suka banget (sandiwara radio jaman dulu) Api di Bukit Menoreh, tapi (sangat) nggak suka Tutur Tinular dengan Brama Kumbaranya. Menurut saya, cerita si Brama Kumbara itu terlalu banyak 'romannya'. Nggak seru.
Ngalamin nggak jaman sandiwara radio ini? wuih... seru lho. Dulu, waktu saya SMA dan tinggal di rumah mbah saya, tiap subuh sebelum berangkat sekolah, rutinitas wajib saya adalah denger Api di Bukit Menoreh dan kajiannya KH Kosim Nurseha :)
So, sampe saat ini, Senopati Pamungkas masih tak terkalahkan dan tetap favoritku nomor satu.
Selain makan siang, saya sempet beli buku ini yang ditulis oleh pengarangnya Kite Runner. Padahal, saat beli buku ini, 2 buah buku Gajah Mada yang dipinjamkan sama bundanya Echa belum sempet saya senggol.
Tadi pagi saya sudah rampung baca Gajah Mada buku kesatu. Dan sudah mulai buka buku ke-2nya. Insya Allah, setelahnya, buku ini bakal dapet giliran.
Btw, buku Gajah Mada yang kesatu, nggak terlalu greget ya?
Apakah karena Gajah Mada bukan cerita silat seperti Senopati Pamungkas? atau karena Gajah Mada berkisah dari sisi yang 'bersebrangan' dengan kubu Upasara Wulung, jagoan saya?
Entahlah. Bisa jadi kedua-duanya iya.
Soalnya, saya suka banget (sandiwara radio jaman dulu) Api di Bukit Menoreh, tapi (sangat) nggak suka Tutur Tinular dengan Brama Kumbaranya. Menurut saya, cerita si Brama Kumbara itu terlalu banyak 'romannya'. Nggak seru.
Ngalamin nggak jaman sandiwara radio ini? wuih... seru lho. Dulu, waktu saya SMA dan tinggal di rumah mbah saya, tiap subuh sebelum berangkat sekolah, rutinitas wajib saya adalah denger Api di Bukit Menoreh dan kajiannya KH Kosim Nurseha :)
So, sampe saat ini, Senopati Pamungkas masih tak terkalahkan dan tetap favoritku nomor satu.
bintang bola
Demam sepak bola bukan hanya melanda bapak-bapak atau anak muda.
Tapi juga terhadap keponakan saya, Bintang.
Si kecil ini umurnya belum sampe satu setengah taun.
Tapi kalo terbangun di tengah malam, pas ada siaran langsung Piala Eropa, si kecil ini langsung serius nonton nggak melepas pandangan dari layar TV.
Padahal, om Enddie bilang, kalo di TV ada tayangan sepakbola PSSI, bukannya nonton, Bintang malah langsung melengos dan cabut dari depan TV.
Oalah Intang-Intang, lucu banget siy kamu, jangan sampe dikira nggak cinta produk dalam negeri lho ...
tajur
dua hari berturut-turut saya ke Tajur.
Belanja tas? nggak. Saya berburu celana panjang murah :)
Saya tau tempat ini tanpa sengaja.
Baru hari Jumat kemarin, sepulang dari The Jungle, rombongan sekolahnya abang dan mas Ang mampir ke Tajur. Biasalah, request emak-emaknya :) (cerita the Jungle-nya menyusul ya...)
Tadinya males turun. Soalnya emang nggak siap mental dan finansial buat liat-liat *yang biasanya berbuntut dengan belanja maning belanja maning*
Cuma masuk ke 1 toko. Itupun nggak keluar dari area tampat bis kami parkir.
Ternyata di toko tersebut, saya menemukan celana-celana panjang murah dan bagus (branded, tapi udah di-dedel labelnya).
Seberapa murah? Ya murahlah, karena 1 potong celana panjang harganya 30ribu, 20ribu atau 10ribu. Murah banget kan?
Kalo jeli milihnya kita bisa dapet yang bagus dan nggak keliatan bahwa celana tersebut nggak lolos QC alias di-reject.
Nggak sampe 20 menit, saya berhasil menjinjing 4 celana (2 untuk saya, 1 Fiko & 1 abang) dengan total kerusakan hanya 70ribu rupiah.
Siapa nggak girang, secara hari Kamisnya saya ke pasar kaget Widyacandra dan beli celana panjang ala lapak pasar seharga 55ribu (itu juga hasil nawar). Dan kerennya, itu celana kekecilan!
Bah. Sebel banget. Udah belanjanya sampe berkuah keringet, nawar dengan semangat 45, eh... nggak muat. Padahal saya suka banget warnanya (coklat tua). Mau nggak mau besok-besok musti balik lagi untuk tukar ukuran atau tukar barang.
Emang saya juga sih yang nekat. Udah tau saya nggak pernah bisa beli celana di pasar, lha kok maksa beli. Bukan apa-apa mak, kalo beli di pasar ukurannya kagak ada! (Malu deh, terpaksa ngaku bahwa dengan 'kelebihan' di perut gini, emang kudu beli celana di toko, secara ukuran 12 nggak ada di pasar)
Makanya, begitu ketemu toko di Tajur itu, saya berasa ada di surga celana panjang... halah.
Hari Sabtunya, saya, abang dan mas Ang main ke Cawang (Alhamdulillah, oma udah bisa jalan sendiri ke kamar mandi, nggak perlu di bopong ato pake kursi roda lagi).
Ketika denger bahwa saya beli celana murah di Tajur, tante Betty langsung semangat dan siap-siap berangkat ke Tajur. Lha....
Ya sudahlah, hari Sabtu itu, saya, abang dan mas Ang, bersama tante Betty, nenek Kisam (mamanya Te Bet) dan Bintang, pergi ke Bogor naik KRL dari stasiun Duren Kalibata.
Ini pengalaman baru buat abang dan mas. Sebelumnya, mereka belum pernah naik kereta listrik ke Bogor (pernah naik KRL tapi cuma sampe stasiun UI karena kita mo ke rumah eyang di Kelapa Dua Depok). Di perjalanan, saya sebutin nama-nama stasiun yang kami lewati. Sayang, saya cuma hapal sampe Pondok Cina, sisanya nggak apal lagi :P
Dan hari itu saya sukses besar mendulang 4 helai celana panjang untuk saya, 1 helai untuk Fiko, 2 untuk abang dan 1 potong jaket jins untuk mas Ang (sstt... suami saya bilang, jaketna mas Ang keren euy, padahal harganya cuma 30ribu saja..). Total kerusakan= 125ribu. hehehe.... puaazzzz...
Karena perginya naik KRL, maka pulangnya kita putuskan naik bis dari stasiun Baranangsiang.
Ini juga pengalaman baru buat abang dan mas (juga Bintang).
Selama ini kalo naik bis umum kan cuma dalam kota. Atau kalopun keluar kota, selalu sama rombongan, nggak pernah naik bis umum.
Dalam perjalanan Bogor-Jakarta, kita dihibur live oleh seorang mas-mas pengamen.
Abang merhatiin sambil melongo (hihihi... baru kali ini liat pengamen nyanyi-nya lama, ya Bang?)
Oh ya, sebelum naik angkot dari Tajur, saya sempat beli peyeum di pinggir jalan.
Udah lama nggak liat 'packaging' model gini.
Kayanya, terakhir saya dapet oleh-oleh atau kiriman yang pake kemasan gini waktu nenek-kakek saya masih idup. Mungkin sebelum tahun 90...
Hasil idola cilik hari ini: walopun perolehan sms Angel terendah, tapi dalam rangka "ultah Jakarta" (apaan hubungannya?), di episode ini tidak ada yang tinggal kelas. Dan formasi 4 besar untuk minggu depan masih sama: Kiki, Gabriel, Zahra & Angel.
Note: Barusan bapak ngintip saya nulis apa, eh, sempet-sempetnya komentar: "hehehe, mo modifikasi celana dari karung, gak bisa dipake ke kantor ya..." hwaaaa.... terlalunya suamikuh! ;)
Belanja tas? nggak. Saya berburu celana panjang murah :)
Saya tau tempat ini tanpa sengaja.
Baru hari Jumat kemarin, sepulang dari The Jungle, rombongan sekolahnya abang dan mas Ang mampir ke Tajur. Biasalah, request emak-emaknya :) (cerita the Jungle-nya menyusul ya...)
Tadinya males turun. Soalnya emang nggak siap mental dan finansial buat liat-liat *yang biasanya berbuntut dengan belanja maning belanja maning*
Cuma masuk ke 1 toko. Itupun nggak keluar dari area tampat bis kami parkir.
Ternyata di toko tersebut, saya menemukan celana-celana panjang murah dan bagus (branded, tapi udah di-dedel labelnya).
Seberapa murah? Ya murahlah, karena 1 potong celana panjang harganya 30ribu, 20ribu atau 10ribu. Murah banget kan?
Kalo jeli milihnya kita bisa dapet yang bagus dan nggak keliatan bahwa celana tersebut nggak lolos QC alias di-reject.
Nggak sampe 20 menit, saya berhasil menjinjing 4 celana (2 untuk saya, 1 Fiko & 1 abang) dengan total kerusakan hanya 70ribu rupiah.
Siapa nggak girang, secara hari Kamisnya saya ke pasar kaget Widyacandra dan beli celana panjang ala lapak pasar seharga 55ribu (itu juga hasil nawar). Dan kerennya, itu celana kekecilan!
Bah. Sebel banget. Udah belanjanya sampe berkuah keringet, nawar dengan semangat 45, eh... nggak muat. Padahal saya suka banget warnanya (coklat tua). Mau nggak mau besok-besok musti balik lagi untuk tukar ukuran atau tukar barang.
Emang saya juga sih yang nekat. Udah tau saya nggak pernah bisa beli celana di pasar, lha kok maksa beli. Bukan apa-apa mak, kalo beli di pasar ukurannya kagak ada! (Malu deh, terpaksa ngaku bahwa dengan 'kelebihan' di perut gini, emang kudu beli celana di toko, secara ukuran 12 nggak ada di pasar)
Makanya, begitu ketemu toko di Tajur itu, saya berasa ada di surga celana panjang... halah.
Hari Sabtunya, saya, abang dan mas Ang main ke Cawang (Alhamdulillah, oma udah bisa jalan sendiri ke kamar mandi, nggak perlu di bopong ato pake kursi roda lagi).
Ketika denger bahwa saya beli celana murah di Tajur, tante Betty langsung semangat dan siap-siap berangkat ke Tajur. Lha....
Ya sudahlah, hari Sabtu itu, saya, abang dan mas Ang, bersama tante Betty, nenek Kisam (mamanya Te Bet) dan Bintang, pergi ke Bogor naik KRL dari stasiun Duren Kalibata.
Ini pengalaman baru buat abang dan mas. Sebelumnya, mereka belum pernah naik kereta listrik ke Bogor (pernah naik KRL tapi cuma sampe stasiun UI karena kita mo ke rumah eyang di Kelapa Dua Depok). Di perjalanan, saya sebutin nama-nama stasiun yang kami lewati. Sayang, saya cuma hapal sampe Pondok Cina, sisanya nggak apal lagi :P
Dan hari itu saya sukses besar mendulang 4 helai celana panjang untuk saya, 1 helai untuk Fiko, 2 untuk abang dan 1 potong jaket jins untuk mas Ang (sstt... suami saya bilang, jaketna mas Ang keren euy, padahal harganya cuma 30ribu saja..). Total kerusakan= 125ribu. hehehe.... puaazzzz...
Karena perginya naik KRL, maka pulangnya kita putuskan naik bis dari stasiun Baranangsiang.
Ini juga pengalaman baru buat abang dan mas (juga Bintang).
Selama ini kalo naik bis umum kan cuma dalam kota. Atau kalopun keluar kota, selalu sama rombongan, nggak pernah naik bis umum.
Dalam perjalanan Bogor-Jakarta, kita dihibur live oleh seorang mas-mas pengamen.
Abang merhatiin sambil melongo (hihihi... baru kali ini liat pengamen nyanyi-nya lama, ya Bang?)
Oh ya, sebelum naik angkot dari Tajur, saya sempat beli peyeum di pinggir jalan.
Udah lama nggak liat 'packaging' model gini.
Kayanya, terakhir saya dapet oleh-oleh atau kiriman yang pake kemasan gini waktu nenek-kakek saya masih idup. Mungkin sebelum tahun 90...
Hasil idola cilik hari ini: walopun perolehan sms Angel terendah, tapi dalam rangka "ultah Jakarta" (apaan hubungannya?), di episode ini tidak ada yang tinggal kelas. Dan formasi 4 besar untuk minggu depan masih sama: Kiki, Gabriel, Zahra & Angel.
Note: Barusan bapak ngintip saya nulis apa, eh, sempet-sempetnya komentar: "hehehe, mo modifikasi celana dari karung, gak bisa dipake ke kantor ya..." hwaaaa.... terlalunya suamikuh! ;)
Thursday, June 19, 2008
aktif
Iseng-iseng, saya coba menghubungi nomor gratisan saya sepulang makan siang tadi. Ternyata tersambung ke voicemail. Hore! berarti sudah aktif dong.
Jadi, batal menghuni tong sampah deh.... :)
Jadi, batal menghuni tong sampah deh.... :)
servis motor
mistik
Berhubung besok rencana mo cuti, maka skedul batik-jumat dimajukan ke hari ini.
Untung tetangga saya baik hati banged, mau nemenin batikan. Padahal baru sms-an jam 630 tadi pagi :)
note: mistik = kamis batik
Untung tetangga saya baik hati banged, mau nemenin batikan. Padahal baru sms-an jam 630 tadi pagi :)
note: mistik = kamis batik
Wednesday, June 18, 2008
lawatan
Baru balik dari lawatan ke tower sebelah alias menara 1.
Nganterin pesenannya temen saya. Kan tadi nitip kaos buat Jason, keponakannya.
Ciee.... ruangan baru nih. 'Temboknya' lebih tinggi ya Yul? Asik dong, kalo makan nggak keliatan dari luar hehehe.
Tapi kerjaannya makin numpuk ya? sabar bu, sabar... Kalo mo cepet abis, dimasukkin paper shredder aja hehehe.....
Dari 3 yang saya gelar (kaya kaki lima aja ya...), Yuli ambil 1.
Ya sudah, yang 2 sisanya buat Fiko aja.
Lumayan buat 'baju ikut' (sebutan Fiko untuk baju pergi).
Nganterin pesenannya temen saya. Kan tadi nitip kaos buat Jason, keponakannya.
Ciee.... ruangan baru nih. 'Temboknya' lebih tinggi ya Yul? Asik dong, kalo makan nggak keliatan dari luar hehehe.
Tapi kerjaannya makin numpuk ya? sabar bu, sabar... Kalo mo cepet abis, dimasukkin paper shredder aja hehehe.....
Dari 3 yang saya gelar (kaya kaki lima aja ya...), Yuli ambil 1.
Ya sudah, yang 2 sisanya buat Fiko aja.
Lumayan buat 'baju ikut' (sebutan Fiko untuk baju pergi).
Ke tempat Lies Widi, yang sekarang bosnya banyak (banyak = lebih dari 2).
Jangan tanya berapa banyak bosnya. Entar dia sebel :)
mmm... tapi di monitornya apaan tuh? kekekekekk
(Background: Shanty yang lagi serius. Ceile, lain kali kalo dipoto jangan gaya serius ya)
Mampir juga ke tempatnya Lia Normanda.
Menurut kabar burung, ibu ini juga kerjaanya nggak pernah sepi.
Saking banyak kerjaannya dia sampe agak gokil.
Liat aja ekspresinya :) hehehe
Di sebelah meja Lia, ada Ci Mul. Senior kita yang bener-bener seniornya senior (kali dia udah kerja waktu saya masih SD)
butik
Memenuhi janji saya kepada mbak kita tersayang -yang pencinta warna merah ini-, hari ini kami foto-an berdua. Batik-an tentunya.
Iyalah, jangan sampe nggak jadi lagi, secara Mbak Ellin sampe pasang pesen di shoutbox: "Nov..., hari ini aku pake batik lho... wah diluar jdwl nih... Kalau aku udah pake batik, terus mau"diapain" Nov.. Ini sesuai permintaanmu lho.."
Iya deh, iya, saya naik ke lantai mbak Ellin. Tapi kalo juragannya mbak Ellin udah cabut kan? :)
Nah, sekarang saya pajang nih hasilnya.
Jadi saya nggak punya utang lagi sama Mbak Ellin dong ya :)
Makanya hari ini judulnya: butik alias rabu batik :)
Iyalah, jangan sampe nggak jadi lagi, secara Mbak Ellin sampe pasang pesen di shoutbox: "Nov..., hari ini aku pake batik lho... wah diluar jdwl nih... Kalau aku udah pake batik, terus mau"diapain" Nov.. Ini sesuai permintaanmu lho.."
Iya deh, iya, saya naik ke lantai mbak Ellin. Tapi kalo juragannya mbak Ellin udah cabut kan? :)
Nah, sekarang saya pajang nih hasilnya.
Jadi saya nggak punya utang lagi sama Mbak Ellin dong ya :)
Makanya hari ini judulnya: butik alias rabu batik :)
psstt.. requestnya Mbak Ellin, "background fotona kupu-kupu dan 'hijau-hijau' (taneman) ini ya, Nov".
Oke bos... go green go ya....
gajah mada
Saya belum sempet baca novel (serial) ini.
Sebetulnya punya 1 di rumah, kalo nggak salah yang judulnya Hamukti Palapa.
Tapi setelah saya tau bahwa buku tersebut adalah buku kesekian, dan saat itu saya nggak berhasil menemukan buku pertamanya (sedang habis dan belum cetak ulang), saya langsung 'patah hati' dan nggak mau mbaca buku yang saya beli tersebut.
Sampe saat ini, saya belum sempet membeli yang judul lain. Padahal feeling saya ini novel layak dikoleksi ... ceile, so pake ilmu terawang deh, wong mbaca aja belum...
Udah lama juga sih nggak ke toko buku ato pameran buku.
Maklum deh, sekarang ini kalo wiken saya lebih sering 'sendiri' sama anak-anak, karena wiken emang jadwal 'dines'nya bapak. Rada ngeri aja kalo bawa anak-anak ke tempat yang rame. Takut kepencar. Amit-amit *sambil-ngetok-meja*
Saya emang suka banget sama novel yang bersetting sejarah (Jawa).
Kecintaan saya berawal dari Senopati Pamungkas.
Dulu, saya rela nggak jajan di sekolah asal bisa beli novel serial lanjutannya mas Wendo (Arswendo Atmowiloto).
Sampe saat ini, si Senopati yang saya beli sebelum taun 1990 itu masih lengkap di lemari buku, walo sudah berubah warna dan buku pertamanya sudah rontok hingga harus saya binding plastik.
Hehehe, sebelum married, saya pernah terobsesi mo kasih nama "Upasara Wulung" kepada anak saya. Kayanya gagah banget gitu lho.
Untungnya, saat melahirkan anak pertama saya sudah 'insyaf'.
Walopun nama "Elang" akhirnya tetap saya berikan kepada anak kedua kami.
By the way, waktu tadi pagi Dian mo titip buku-buku ini melalui mbak Ewi, percakapan yang terjadi adalah sebagai berikut:
Dian: "Mbak, aku mo titip Gajah Mada buat Nova, ya"
mb Ewi: "Boleh. Eh, mau dong buat sarapan"
Weleh-weleh, mbak, mbak... ini buku lho, bukan bakmi.
Tapi kalo tetep nekat mo dimakan yang silakan, ngkali aja mbak Ewi ada bakat jadi ngengat ...
Tuesday, June 17, 2008
kacang jadul
naik ke lantai 7, Mbak Ellin nggak ada di tempat. Katanya lagi meeting... gaya banget euy :)
Ya sudah, kalo gitu minta ini aja deh. Lumayan buat temen teh manis sore ini :)
Ya sudah, kalo gitu minta ini aja deh. Lumayan buat temen teh manis sore ini :)
Eh, saya nggak ngembat lho ya Mbak.
Saya dikasih sama Yulius dan Odang. Tadi tuh mereka lagi di tempat Anantyo Ari sambil menikmati makanan kecilnya mbak Ellin hihihi...
Saya dikasih sama Yulius dan Odang. Tadi tuh mereka lagi di tempat Anantyo Ari sambil menikmati makanan kecilnya mbak Ellin hihihi...
tikus
Subscribe to:
Posts (Atom)