Thursday, December 11, 2008

my next reading project: maryamah karpov


"Jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini: sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal, yang kelihatan hanya mataku, memegang sekop menghadapi gunungan timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari pukul delapan pagi sampai magrib, menggantikan tugas ayahku, yang dulu menggantikan tugas ayahnya. Aku menolak semua itu! Aku menolak perlakuan buruk nasib kepada ayahku dan kepada kaumku. Kini Tuhan telah memeluk mimpiku. Atas nama harkat kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani."

membaca tetralogi laskar pelangi tak pernah membosankan bagi saya. saya bisa membacanya berulang dan berulang kali. gaya bahasa dan pemilihan setiap kata dalam tulisan andrea hirata, mengingatkan saya kepada pelajaran bahasa (sastra) jaman sekolah dulu. walo tak 'sejadul' buku2 sastra (wajib) yang harus dilahap selama 'bulan bahasa' sewaktu saya duduk di sma, seperti: robohnya surau kami, atheis, siti nurbaya, harimau-harimau, merahnya merah dan banyak buku sastra yang pernah saya baca (tapi saya sudah lupa judulnya!), membuat saya seperti kembali ke masa lalu. masa ketika saya masih berseragam putih abu-abu, yang dalam bulan tertentu -setiap tahun semasa sma-, saya harus 'melahap habis dan menguliti sampai ke detilnya' beberapa buku sastra untuk kemudian di"adu" dengan perwakilan kelas lain dalam ajang debat buku (tiap kelas diwakili 4 siswa). *ahhh... jadi nostalgila....*

yang menarik juga dari tetralogi laskar pelangi adalah, saya kembali menemukan kata-kata yang telah lama hilang dari perbendaharaan kata sehari-hari kita.
entah ya, jangan2 kata2 itu sudah lagi tak dikenal oleh anak2 jaman sekarang yang mungkin lebih terbiasa dengan istilah asing. contoh nyatanya adalah, anak2 kita terbiasa menyebut "orange" daripada "oranye". mungkin, sebagian malah tak tau, warna apakah "jingga". anak2 juga fasih menyebut "pink" daripada "merah muda" (dulu saya menyebutnya "merah jambu").
mudah2an, istilah asing hanya menambah kekayaan bahasa kita, dan bukan melenyapkan dan memusnahkan kata2 "asli" yang pernah kita punya. semoga...

2 comments:

Anonymous said...

hmm, belum baca buku yang keempat ini, bunda. sudah pesan dengan suami sih, kalo ke jepang nanti tolong dibawain. atau bunda mau minjamin fety:D

salam,
fety

si kepik said...

hihihi boleh-boleh... tapi ongkosin saya jakarta-jepang pp, mau nggak? ;P